Apa sih tujuan menikah? Apakah untuk mendapatkan kebahagiaan bersama pasangan yang dicintai? Ya iya dong, masa untuk hidup sengsara. Ngapain nikah kalau cuma untuk sengsara doang.
Pada kenyataannya, apakah seseorang yang sudah menikah akan murni hidup bahagia seterusnya? Nah, kalau ini hanya yang sudah menikah yang bisa menjawab. Eh tapi ngga juga, yang sering nonton berita selebriti mungkin juga bisa menjawabnya, hehe.
Meski dua sejoli yang menyatakan cinta akan setia sampai mati pun, ketika sudah menikah tak selamanya rumah tangganya bahagia. Kadang bahagia kadang sedih, kadang penuh kasih kadang saling marah, kadang cocok kadang selisih, bahkan tindak kekerasan hingga pembunuhan pun bisa terjadi dalam rumah tangga.
Faktornya apa? Ya bermacam-macam, bisa ekonomi, bisa perilaku, bisa pihak eksternal, bisa beda prinsip, bisa strata sosial, dan masih banyak lagi.
Lalu untuk apa menikah kalau tidak bisa bahagia sepenuhnya? Tunggu dulu, sebenarnya apa sih makna bahagia? Rumah tangga bisa dikatakan bahagia bila seperti apa? Pasti macam-macam parameternya.
Yang penghasilannya tinggi pasti bahagia! Kata siapa? Harta ngga menjamin kebahagiaan, apalagi ngga punya harta! Hehe, bukan begitu maksudnya. Maksudnya keluarga yang hartanya berlebih pun banyak juga masalahnya. Apakah keluarga seperti ini tidak pernah ribut soal harta? Tidak juga. Yang broken home? Juga tidak sedikit jumlahnya. Yang anaknya kena narkoba? Ya bisa kita lihat di berita.
Banyak persoalan keluarga bermula karena himpitan ekonomi, bahkan ada yang hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Tapi coba tengok, apakah yang kaya juga tidak ada masalah? Atau yang miskin juga semuanya tidak bahagia?
Yang istrinya cantik atau suaminya tampan! Hehe, enak ya punya suami tampan, punya istri yang cantik bak bidadari. Sadarilah, bahwa kecantikan dan ketampanan suatu saat akan pudar, kita akan hidup dengan perilaku pasangan kita. Cantik tapi akhlaknya buruk? Bakalan sering cek cok juga kan.
Lalu apa dong bahagia itu? Bahagia, adalah ketika kita mampu beradaptasi dan siap dengan segala kondisi yang dihadapi. Kenapa? Karena hidup ini tidak akan senang terus, sebaliknya juga tidak akan susah terus. Kadang senang kadang susah. Sedih bahagia, miskin kaya, sempit lapang, sulit mudah, musibah anugerah, datang silih berganti.
Jadi, bahagia itu letaknya di qalbu, sesuatu yang bisa kita kendalikan. Bahagia adalah saat kita siap untuk menjadi kaya maupun miskin, siap untuk menerima musibah ataupun anugerah, siap dalam kondisi lapang maupun sempit. Dan juga, kita mampu beradaptasi untuk mengelola kondisi-kondisi tersebut.
Lantas bagaimana agar kita mampu untuk siap dan beradaptasi dengan segala kondisi kehidupan yang dihadapi?
Allah menerangkan dalam surat An Nahl ayat 97.
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik”.Coba lihat, Allah menjanjikan kehidupan yang baik bagi laki-laki dan perempuan beriman yang beramal sholeh. Ingat ya, laki-laki dan perempuan. Allah tidak sebutkan LGBT. Jadi sudah pasti, pasangan LGBT tidak akan pernah Allah kasih kehidupan yang baik.
Kuncinya adalah beriman dan beramal sholeh. Siapa saja yang beriman dan beramal sholeh, maka apapun kondisi yang dihadapi baik kaya ataupun miskin, senang maupun susah, lapang maupun sempit, maka ia akan dapat menjalaninya dengan penuh ridha dan kesyukuran. Allah pun akan berikan kehidupan yang baik untuknya.
Bila diberi karunia ia bersyukur, bila diberi cobaan ia bersabar. Maka disitulah letak kebahagiaan. Batinnya akan selalu tenang, prasangkanya akan selalu positif terhadap ketentuan Allah, dan ia akan selalu ridha atas segala yang dialaminya.
Harta bisa untuk membeli rumah mewah, tapi apakah juga bisa beli rumah tangga sakinah? Rumah tangga sakinah akan didapat dengan modal iman dan amal sholeh di dalamnya. Itulah kebahagiaan yang menenteramkan. Bukan kebahagiaan dengan parameter kesenangan dunia, karena semua itu semu dan sementara.
Rumah terasa gersang dan sering ribut dengan pasangan? Hiasilah rumah dengan shalat sunnah dan membaca Alquran. Untuk apa? Coba saja lakukan, nanti akan tahu sendiri jawabannya.
Yang terpenitng, menikah itu bukan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sifatnya kesenangan-kesenangan dunia. Itu kita jadikan sebagai hiburan saja, bukan tujuan. Kebahagiaan dunia tak sebanding dengan kebahagiaan akhirat.
Maka, menikah adalah untuk berjuang bersama mendapatkan kebahagiaan akhirat. Senang dan susah adalah warna yang mengiringi. Ketika mampu melewati dengan baik, disitulah letak kebahagiaan.
Yang terakhir, selamat berjuang dan memilih untuk bahagia.
2 Komentar
Masyaa Allah Alhamdulillah.. Jazakallahu khairan ustadz sngat bermanfaatbermanfaat ...
BalasHapussubhanaAlloh..,bpk..Imam baihaki...sukron artikel inspiratif nya 🙏
BalasHapusTerimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar.