Kali ini aku akan becerita tentang perjalananku dari Semarang ke Jakarta PP bersama Hafsa, anakku yang pertama. Sekedar cerita ringan untuk kenangan, yang nanti mungkin bisa dibaca Hafsa saat ia sudah dewasa.
Tanggal 19-21 Oktober 2016 (Rabu-Jumat), aku dan tim DD Jateng ada undangan agenda Capacity Building di Jakarta. Saat mengetahui ada agenda ke Jakarta, Eyang Hafsa pun meminta aku mengajak Hafsa sekalian ikut. Eyang sudah kangen pengen ketemu cucunya. Nanti selama acara, Hafsa bisa maen di rumah Eyang, selesai acara aku jemput lagi untuk pulang ke Semarang.
Eyang pun bersedia menjemput Hafsa di Bandara, katanya kasihan kalau aku harus bolak balik Soetta – Cakung (Jakarta Timur), yang jaraknya dari ujung ke ujung. Lalu, aku dan istri pun mulai mensugesti Hafsa sejak seminggu sebelum hari H untuk mau diajak ke Jakarta tanpa Bunda. Hafsa ini selalu ingin bersama Bundanya, bahkan untuk sekedar beli sayur pun dia harus ikut.
“Hafsa, pekan depan hari Rabu Ayah sama Hafsa ke Jakarta ketemu Eyang, bunda sama adek Nahda ga ikut, di Semarang jagain rumah”, begitulah yang aku dan istri sampaikan ke Hafsa. Hampir tiap waktu aku sampaikan terus, agar Hafsa ga kaget dan mau ikut.
“Nanti di Cakung ketemu sama Eyang, Kakek, Engkong Jangkrik (paman istri yang hobi melihara burung, suka ngasih makan jangkrik ke burungnya), mamang Dafi, abang Raka, kakak Uchi, sama kakak Aul. Hafsa mau ikut ga?”, tambahku untuk meyakinkan Hafsa. Akhirnya Hafsa pun mengiyakan untuk ikut dengan perasaan senang.
Hari Selasa (18/10) tepatnya pukul 06.30, hp ku terima pesan whatsapp dari Eyang. “Imam, ibu udah sampai di Bandara, ini di terminal 1A. Imam di mana?”
Aku kaget, langsung aku telpon. “Bu, saya kan berangkatnya hari Rabu bu, ini masih hari Selasa. Kemarin kan saya sudah kirim tiket berangkat sama pulangnya”.
“Oalah mam, Ibu udah berangkat dari Cakung habis Shubuh, sampai Bandara jam 6, kirain hari Selasa ke sininya. Sial amat ibu, udah semalam kirim pulsa 25ribu ke Imam ternyata udah ganti nomor (aku pakai nomor IM3 hanya untuk internet, tiap 3 bulan ganti), sekarang salah hari buat jemput. Mana udah bawa roti buat temen kantor Imam pula”.
Aduuhhh, ga enak banget aku. Ga tahu lah ini salah komunikasi di siapa nya, entah aku apa istriku yang kurang jelas memberi tahu tentang jadwal kedatangannya.
Tibalah hari Rabu (19/10), usai Shubuh tepatnya pukul 04.30 aku sama Hafsa berangkat ke Bandara. Hafsa tampak girang, ga ada raut sedih sedikitpun saat mau meninggalkan Bundanya. Bahkan selalu memburu-buru untuk berangkat.
"Yah, buruan telpon taksi. Yah, taksinya lama banget sih nyampenya. Ayo yah buruan berangkat”, begitulah kalimat-kalimat yang Hafsa lontarkan berulang-ulang.
Sesampainya di bandara Ahmad Yani Semarang, Hafsa pun bertemu dan salim (cium tangan) dengan 3 orang teman kantorku (Satriyo, Fani, dan Umami) yang ikut agenda ke Jakarta. Saat naik pesawat, tempat duduk aku dan teman-teman terpisah. Aku dan hafsa lewat pintu depan, mereka lewat pintu belakang.
Saat duduk, Hafsa menanyakan di mana teman-teman kantorku. “Yah, temen ayah di mana? Hafsa mau duduk sama temen ayah”.
Weleh-weleh, ini hafsa ada-ada aja malah mau duduk bareng temen ayah. “Temen ayah di belakang sayang, kita duduk di sini”.
Akhirnya aku pun telepon mas Satriyo untuk berdiri agar menjawab rasa penasaran Hafsa. “Itu tu temen ayah di belakang, ya kan”. Mas Satriyo pun melambai-lambaikan tangan sambil melempar senyum.
Alhamdulillah, perjalanan pun lancar dan Hafsa senang, ga rewel.
Senyuuummm |
Lagi serius baca majalah |
Tak lupa sarapan bekal dari Bunda |
Akhirnya ketemu Eyang juga, cuma muka Hafsa agak bingung |
Perjalanan balik ke Semarang, ngantri check in |
Menunggu boarding |
Foto sama ayah dulu |
4 Komentar
Kakak Hafsa pinterr 👍👍👍
BalasHapusAmin... makasih mba Juwita
HapusKK Hafsah anak Sholehah... Proud of you dear....
BalasHapusAmin.... makasih tante Nur.. kapan2 bisa maen bareng sama temen baru hafsa dari Balaraja hehe
HapusTerimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar.