Mengelola kemiskinan bukanlah sebuah perkara yang mudah. Punya sejumlah uang untuk membantu mereka pun, belum tentu bisa membuat mereka mandiri dan berdaya. Karakteristik kemiskinannya pun berbeda, antara orang miskin pedesaan dengan perkotaan. Oleh karenanya, pendekatan intervensinya pun harus berbeda pula.
Kali ini kita akan membahas kemiskinan perkotaan. Di kota, sebetulnya lapangan kerja cukup terbuka lebar. Hanya saja, tidak semua pengangguran atau orang miskin dapat terserap ke dunia kerja karena kemampuan yang kurang memadahi. Ketika diberikan keterampilan kerja pun, belum tentu mereka mau ikut, atau mau ikut hanya sekedar mengharap uang sakunya saja.
Pasar konsumen juga sangat melimpah di kota, terutama kalangan kelas menengah. Jadi, membuka usaha di perkotaan masih memberikan potensi keuntungan yang menarik. Namun, bagi orang miskin kendala mereka adalah ada pada modal dan ide usahanya.
Modal saja tak cukup
Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk membantu mereka adalah dengan memberikan sejumlah modal untuk usaha. Akan tetapi, kalau diberi modal saja, mereka masih bingung mau usaha apa, lalu takut gagal, dan sejumlah pikiran negatif lainnya. Jadi, solusinya mereka harus diberi usaha yang sudah berjalan atau dengan kata lain mereka diberikan usaha waralaba.
Kita mengenal istilah waralaba atau franchise. Bila seseorang mempunyai sejumlah modal, namun ia tidak memiliki ide usaha, maka ia bisa membeli waralaba. Ia tak perlu pusing memikirkan ide usaha apa yang bagus dan menguntungkan. Ia hanya cukup membeli waralaba yang sudah teruji pasarnya dan tinggal menjalankannya dengan sistem dan standar yang ditetapkan.
Menurut pengertian dari pemerintah Indonesia, waralaba adalah perikatan yang salah satu pihaknya diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Warasosial
Bila seseorang memiliki sejumlah uang, maka ia bisa membeli waralaba. Namun, bagi yang tidak berpunya, maka ia harus dibantu untuk diberikan waralaba secara cuma-cuma. Waralaba yang kita berikan secara cuma-cuma inilah yang kita maksud sebagai istilah warasosial.
Lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa berperan untuk memberikan warasosial kepada orang-orang kurang mampu di perkotaan. Warasosial yang diberikan bisa bekerjasama dengan usaha waralaba yang sudah berjalan ataupun bisa buat sendiri.
Contoh warasosial yang sudah dilakukan oleh Dompet Dhuafa di Semarang adalah Tahu Mercon dan Mendoan Bang Sidik. Dalam program warasosial ini ada dua kelompok yang diberdayakan, yakni orang-orang yang bekerja di rumah produksi dan orang-orang yang bekerja di outlet penjualannya. Rumah produksi bertugas untuk membuat bahan baku produknya, outlet penjualan bertugas untuk menjualkannya kepada konsumen.
Dengan program warasosial ini, mereka yang dibantu merasa tidak sendirian dalam menjalankan usahanya. Namun, mereka dalam satu ikatan kelompok yang saling menjaga dan mendukung. Bila ada masalah dan kendala di lapangan bisa dibantu untuk diberikan solusi. Tim Dompet Dhuafa juga selalu memberikan pendampingan untuk melakukan monitoring dan evaluasi.
“Membeli” Warasosial
Kalau orang yang ingin menambah penghasilan bisa membeli waralaba, maka orang yang ingin menambah pahala kebaikan yang terus mengalir, ia bisa “membeli” warasosial. Berikan sedekah Anda untuk membelikan waralaba kepada mereka yang tak mampu, maka setiap laba yang diperoleh akan menjadi pahala kebaikan buat Anda.
Dompet Dhuafa memberikan kesempatan bagi Anda yang dermawan untuk membantu orang miskin perkotaan dalam program warasosial. Sedekah yang Anda berikan melalui Dompet Dhuafa akan diwujudkan menjadi usaha waralaba kepada keluarga tak mampu. Semoga ikhtiar ini bisa menjadi upaya dalam membantu permasalahan kemiskinan di perkotaan.
0 Komentar
Terimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar.