Kalau sebelumnya sudah menyimak GGB bagian I, kini aku lanjutkan ceritanya tentang aku dan becak. Ibarat anak yang baru bisa naik sepeda, aku pun begitu girang tiap hari selalu mbecak keliling-keliling kampung ajak adik atau teman main buat numpangin becak yang aku kemudikan.
Makin lama makin mahir aku
bawa becaknya, cukup pakai satu tangan juga bisa, jatuh atau nyebur got juga
sudah ngga pernah lagi. Aku selalu
mencoba rekor seberapa jauh aku bisa bawa becaknya, saat itu aku mbecak hanya untuk bantu ibu dan juga
untuk keliling jalan-jalan dengan temen kampung.
Kebiasaan mbecak ini pun terus berlanjut sampai
SMP, SMA, bahkan hingga kuliah. Satu ketika, ada ibu hamil datang ke rumah
minta diantar ke bidan. Niatnya minta tolong diantar sama bapak, tapi bapak
kebetulan sedang kerja shift. Lalu ibu itu minta bantuan aku, mungkin karena
sering melihat aku bawa becak jadi percaya.
Aku saat itu agak bimbang.
Pertama, takut kenapa-napa karena bawa ibu hamil. Kedua, aku bukan tukang becak
profesional, aku bawa becak cuma buat bantu ibu sama buat seneng-seneng saja.
Tapi akhirnya kuputuskan untuk menjawab “ya”, dengan tujuan membantu ibu hamil
tersebut.
Alhamdulillah
lancar-lancar saja, dan sepulangnya aku dikasih 5 ribu atau 10 ribu aku agak lupa. Itu penghasilan pertamaku sebagai
tukang becak profesional.
Sejak saat itu, ada aja
orang yang minta tolong diantar pakai becak dan akupun melayaninya. Tapi aku ngga pernah mangkal di jalan lho ya, kan pekerjaan utamaku sekolah, hehe. Ini cuma buat bantu orang
saja, sama lumayan buat nambah uang jajan.
Pernah ada ibu-ibu mau
kondangan minta diantar, jumlahnya ngga
tanggung-tanggung, 3 orang. Pas aku lihat badannya jumbo-jumbo, buset dah kuat apa ngga nih aku.
Mereka nanya juga sih, “Haqi, kowe kuat ora?”. Aku jawab aja “yo kuat lah insya
Allah”. Dalam hati aku ingin mencoba rekor baru membawa 3 orang ibu-ibu jumbo.
Ternyata jauh jaraknya,
melewati sawah-sawah, panas pula. Dan benar, tenagaku seperti hampir mau habis,
keringat mengucur, napas ngos-ngosan.
Sepanjang perjalanan aku minta kekuatan sama Allah, “la haula wala quwwata illa
billahil aliyyil adzim, ya Allah paringono
kuat ya Allah”. Aku baca begitu terus dalam hati sepanjang perjalanan.
Hal yang aku takutkan pun
datang, di depanku ada jembatan, jalan menanjak agak tinggi. “Duh piye iki, aku wes ora kuat!”. Ibu-ibu yang aku bawa juga sudah mulai meragukan. “Qi, iseh kuat ora?”, tanya salah satu
diantara mereka.
Lalu aku berinisiatif
untuk meminta mereka turun dulu pas
tanjakan. Untungnya sepi, kalau ada orang yang lihat pasti pada ketawa. Koq ada tukang becak minta penumpangnya
turun dulu pas tanjakan, hihi.
Sampai di atas jembatan aku minta
mereka naik lagi. Pas jalan menurun
dari jembatan, duh segarnya angin
sawah seperti memberi tambahan kekuatan.
Akhirnya berhasil juga aku
mengantar sampai di lokasi kondangan. Sampai sana aku dikasih minum banyak
banget. Namun, perjuangan belum berakhir, ini baru separuh perjalanan, masih
ada perjalanan pulang yang sama jaraknya, dan juga melewati jembatan, huhuhu, serasa pengen nangis aja. Sejak saat itu aku kapok bawa penumpang 3 orang sekaligus,
ngga mau sok-sok an lagi aku nyobain rekor baru.
Masih lanjut ceritanya ya, simak di
GGB bagian akhir.
0 Komentar
Terimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar.