GGB (Ganteng Ganteng Becak) – Bagian II



Kalau sebelumnya sudah menyimak GGB bagian I, kini aku lanjutkan ceritanya tentang aku dan becak. Ibarat anak yang baru bisa naik sepeda, aku pun begitu girang tiap hari selalu mbecak keliling-keliling kampung ajak adik atau teman main buat numpangin becak yang aku kemudikan.

Makin lama makin mahir aku bawa becaknya, cukup pakai satu tangan juga bisa, jatuh atau nyebur got juga sudah ngga pernah lagi. Aku selalu mencoba rekor seberapa jauh aku bisa bawa becaknya, saat itu aku mbecak hanya untuk bantu ibu dan juga untuk keliling jalan-jalan dengan temen kampung.

Kebiasaan mbecak ini pun terus berlanjut sampai SMP, SMA, bahkan hingga kuliah. Satu ketika, ada ibu hamil datang ke rumah minta diantar ke bidan. Niatnya minta tolong diantar sama bapak, tapi bapak kebetulan sedang kerja shift. Lalu ibu itu minta bantuan aku, mungkin karena sering melihat aku bawa becak jadi percaya.

Aku saat itu agak bimbang. Pertama, takut kenapa-napa karena bawa ibu hamil. Kedua, aku bukan tukang becak profesional, aku bawa becak cuma buat bantu ibu sama buat seneng-seneng saja. Tapi akhirnya kuputuskan untuk menjawab “ya”, dengan tujuan membantu ibu hamil tersebut.

Alhamdulillah lancar-lancar saja, dan sepulangnya aku dikasih 5 ribu atau 10 ribu aku agak lupa. Itu penghasilan pertamaku sebagai tukang becak profesional.

Sejak saat itu, ada aja orang yang minta tolong diantar pakai becak dan akupun melayaninya. Tapi aku ngga pernah mangkal di jalan lho ya, kan pekerjaan utamaku sekolah, hehe. Ini cuma buat bantu orang saja, sama lumayan buat nambah uang jajan.

Pernah ada ibu-ibu mau kondangan minta diantar, jumlahnya ngga tanggung-tanggung, 3 orang. Pas aku lihat badannya jumbo-jumbo, buset dah kuat apa ngga nih aku. 

Mereka nanya juga sih, “Haqi, kowe kuat ora?”. Aku jawab ajayo kuat lah insya Allah”. Dalam hati aku ingin mencoba rekor baru membawa 3 orang ibu-ibu jumbo.

Ternyata jauh jaraknya, melewati sawah-sawah, panas pula. Dan benar, tenagaku seperti hampir mau habis, keringat mengucur, napas ngos-ngosan. Sepanjang perjalanan aku minta kekuatan sama Allah, “la haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim, ya Allah paringono kuat ya Allah”. Aku baca begitu terus dalam hati sepanjang perjalanan.

Hal yang aku takutkan pun datang, di depanku ada jembatan, jalan menanjak agak tinggi. “Duh piye iki, aku wes ora kuat!”. Ibu-ibu yang aku bawa juga sudah mulai meragukan. “Qi, iseh kuat ora?”, tanya salah satu diantara mereka.

Lalu aku berinisiatif untuk meminta mereka turun dulu pas tanjakan. Untungnya sepi, kalau ada orang yang lihat pasti pada ketawa. Koq ada tukang becak minta penumpangnya turun dulu pas tanjakan, hihi

Sampai di atas jembatan aku minta mereka naik lagi. Pas jalan menurun dari jembatan, duh segarnya angin sawah seperti memberi tambahan kekuatan.

Akhirnya berhasil juga aku mengantar sampai di lokasi kondangan. Sampai sana aku dikasih minum banyak banget. Namun, perjuangan belum berakhir, ini baru separuh perjalanan, masih ada perjalanan pulang yang sama jaraknya, dan juga melewati jembatan, huhuhu, serasa pengen nangis aja. Sejak saat itu aku kapok bawa penumpang 3 orang sekaligus, ngga mau sok-sok an lagi aku nyobain rekor baru.

Masih lanjut ceritanya ya, simak di GGB bagian akhir.



Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar