Rabu pagi 4 maret saya kaget ketika melihat di status bbm teman yang isinya ucapan doa dan belasungkawa atas meninggalnya rekan dan mantan kakak angkatan saya di kampus. Beliau adalah Mas Yugo Teknik Mesin 2004. Saat itu saya benar-benar mencermati terlebih dahulu apa benar orang yang dimaksud adalah beliau. Iya, ternyata benar. Teman satu organisasi di BEM Fakultas Teknik telah berpulang, bahkan usai lulus kuliah saya belum pernah bersua lagi dengan beliau.
Lebih bengong lagi ketika mengetahui beritanya bahwa beliau meninggal secara mendadak setelah membaca Alquran dalam forum lingkaran majlis ilmu Selasa malamnya. Masya Allah, Allahu Akbar, saya terdiam membayangkan betapa indahnya cara beliau meninggal. Pada malam yang sama, juga jadwal saya ngaji melingkar.
Saat berangkat naik motor, di perjalanan terlintas di pikiran saya seandainya saya meninggal saat sedang ngaji. Paginya malah dapat kabar rekan meninggal dengan kondisi seperti yang saya pikirkan. Terkadang, saya juga berpikir ingin meninggal saat menjalankan tugas kemanusiaan dalam pekerjaan saya sekarang ini.
Memang, Allah sang pemilik kehidupan yang berkuasa untuk mencabut nyawa hambanya sesuai yang dikehendakinya. Tak peduli tua ataupun muda, sedang sehat ataupun sakit, sedang di rumah ataupun di jalan, peluangnya sama, karena tak ada yang tahu kapan ajal menjemput kecuali Allah. Setiap mendengar kabar duka, kita langsung teringat bahwa maut selalu mengintai.
Kisah di atas memberikan pesan kepada kita bahwa sebetulnya pilihan aktifitas dalam hidup ini adalah pilihan bagaimana cara kita meninggal nanti. Makanya pernah ada seorang pembicara dalam sebuah pelatihan yang mengatakan bahwa untuk nonton bioskop saja beliau tidak mau, alasannya kalau misalkan bioskop tiba-tiba kebakaran maka bisa jadi dia adalah salah satu korban yang meninggal. “Kalau saya ga mau meninggal dalam keadaan sedang nonton dalam bioskop”, ucapnya.
Bisa dikatakan bahwa cara kita meninggal nanti tidak akan jauh-jauh dari kebiasaan yang kita lakukan setiap harinya, meskipun kita juga tidak dapat menjamin hal itu. Oleh karenanya, di sini kita dituntut untuk istiqomah dalam melakukan kebaikan selama hidup kita, agar saat ajal menjemput posisi kita sedang dalam melakukan kebaikan.
Jangan sampai kita tergoda untuk melakukan maksiat, meskipun hanya sebentar. Kita tidak tahu pas sedang melakukan maksiat tiba-tiba Allah mencabut nyawa kita, naudzubillah. Karena memang, kematian itu hanya ada dua pilihan, khusnul khotimah atau su'ul khotimah.
Begitu pentingnya akhir dalam sebuah kehidupan, bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama Abdullah bin Jahsy yang berdoa memohon secara spesifik bagaimana cara beliau meninggal.
Abdullah bin Jahsy berdoa sebelum perang uhud, "Wahai Tuhan, temukanlah saya dengan musuh yang perkasa dan bengis. Saya memeranginya demi-Mu dan dia juga memerangi saya. Kemudian dia berjaya menewaskan saya dengan memotong hidung dan telinga saya.
Apabila saya menemui-Mu esok, Engkau akan bertanya: "Mengapa hidung dan telingamu dipotong?" Lalu saya akan menjawab: "Karena-Mu dan karena Rasul-Mu." Engkau akan menjawab: "Kamu benar."
Dan benar saja, Allah mengabulkan doa Abdullah bin Jahsy. Usai perang uhud, beliau ditemukan syahid dengan hidung dan telinga terpotong.
Semoga peristiwa di atas dapat memberikan hikmah buat kita yang masih diberikan kesempatan meniti kehidupan oleh Allah di dunia ini. Kita berdoa, semoga Allah memberikan kematian kepada kita yang khusnul khotimah, amin.
Lebih bengong lagi ketika mengetahui beritanya bahwa beliau meninggal secara mendadak setelah membaca Alquran dalam forum lingkaran majlis ilmu Selasa malamnya. Masya Allah, Allahu Akbar, saya terdiam membayangkan betapa indahnya cara beliau meninggal. Pada malam yang sama, juga jadwal saya ngaji melingkar.
Saat berangkat naik motor, di perjalanan terlintas di pikiran saya seandainya saya meninggal saat sedang ngaji. Paginya malah dapat kabar rekan meninggal dengan kondisi seperti yang saya pikirkan. Terkadang, saya juga berpikir ingin meninggal saat menjalankan tugas kemanusiaan dalam pekerjaan saya sekarang ini.
Memang, Allah sang pemilik kehidupan yang berkuasa untuk mencabut nyawa hambanya sesuai yang dikehendakinya. Tak peduli tua ataupun muda, sedang sehat ataupun sakit, sedang di rumah ataupun di jalan, peluangnya sama, karena tak ada yang tahu kapan ajal menjemput kecuali Allah. Setiap mendengar kabar duka, kita langsung teringat bahwa maut selalu mengintai.
Kisah di atas memberikan pesan kepada kita bahwa sebetulnya pilihan aktifitas dalam hidup ini adalah pilihan bagaimana cara kita meninggal nanti. Makanya pernah ada seorang pembicara dalam sebuah pelatihan yang mengatakan bahwa untuk nonton bioskop saja beliau tidak mau, alasannya kalau misalkan bioskop tiba-tiba kebakaran maka bisa jadi dia adalah salah satu korban yang meninggal. “Kalau saya ga mau meninggal dalam keadaan sedang nonton dalam bioskop”, ucapnya.
Bisa dikatakan bahwa cara kita meninggal nanti tidak akan jauh-jauh dari kebiasaan yang kita lakukan setiap harinya, meskipun kita juga tidak dapat menjamin hal itu. Oleh karenanya, di sini kita dituntut untuk istiqomah dalam melakukan kebaikan selama hidup kita, agar saat ajal menjemput posisi kita sedang dalam melakukan kebaikan.
Jangan sampai kita tergoda untuk melakukan maksiat, meskipun hanya sebentar. Kita tidak tahu pas sedang melakukan maksiat tiba-tiba Allah mencabut nyawa kita, naudzubillah. Karena memang, kematian itu hanya ada dua pilihan, khusnul khotimah atau su'ul khotimah.
Begitu pentingnya akhir dalam sebuah kehidupan, bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama Abdullah bin Jahsy yang berdoa memohon secara spesifik bagaimana cara beliau meninggal.
Abdullah bin Jahsy berdoa sebelum perang uhud, "Wahai Tuhan, temukanlah saya dengan musuh yang perkasa dan bengis. Saya memeranginya demi-Mu dan dia juga memerangi saya. Kemudian dia berjaya menewaskan saya dengan memotong hidung dan telinga saya.
Apabila saya menemui-Mu esok, Engkau akan bertanya: "Mengapa hidung dan telingamu dipotong?" Lalu saya akan menjawab: "Karena-Mu dan karena Rasul-Mu." Engkau akan menjawab: "Kamu benar."
Dan benar saja, Allah mengabulkan doa Abdullah bin Jahsy. Usai perang uhud, beliau ditemukan syahid dengan hidung dan telinga terpotong.
Semoga peristiwa di atas dapat memberikan hikmah buat kita yang masih diberikan kesempatan meniti kehidupan oleh Allah di dunia ini. Kita berdoa, semoga Allah memberikan kematian kepada kita yang khusnul khotimah, amin.
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami kan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami lah kamu akan dikembalikan.” QS Al-Anbiya (21) ayat 35
0 Komentar
Terimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar.