Oooh, mas Imam bai to?



Masih di bulan syawal, bulan maaf-maafan dan silaturohim antar saudara, teman, bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun. Kakak angkatanku bernama Lukman dari beda jurusan tapi masih satu fakultas mengajakku main ke rumah temennya, cewek.

Saat itu aku sedang duduk di bangku kuliah semester 7. Setelah mencari alamat rumahnya yang cukup sulit di Banyumanik Semarang dengan motor pinjaman, akhirnya kami menemukannya dan dipersilakan masuk ke rumah dengan suguhan sirup merah dingin, seger.

Awalnya mereka berdua ngobrol nostalgia mengenai pengalaman masing-masing, aku pun hanya terdiam menyimak asyiknya perbincangan mereka. Aku hanya mengucap salam ketika masuk dan menjawab basa basinya ketika mempersilahkan minum.

Maklum, aku ga suka ganggu pembicaraan orang, jadi ya lihat aja lah sambil minum sirupnya. “Gimana kuliahnya? Sekarang aktif di mana? IPK nya naik apa turun?”, begitulah kira-kira sebagian dari tema yang mereka bicarakan. Lalu setelah lebih dari setengah jam mereka ngobrol, temanku baru memperkenalkan diriku.

“Oh ya ini perkenalkan, temenku Imam namanya, nama kerennya di kampus Imam bai, pasti orang se undip pada kenal semua kalo ditanya siapa Imam bai”, kata Lukman.

Dalam hatiku, “meskipun terkenal tapi ya gitu-gitu juga kali, bikin lebay aja ah”.

Setelah aku diperkenalkan, langsung dengan spontan si cewek tersebut menyauti, “ooooh ini mas Imam bai ya, yang kemaren waktu bulan puasa ngisi motivasi di panti asuhan at taqwa meteseh kan?”

Langsung deh jurus OVJ nya aq keluarkan, “loh koq tau?”

“Iya mas, kemaren kan saya jadi panitianya, jadi ya liat mas imam waktu ngisi. Saya pengurus FSMM mas, kemaren sekalian meninjau kegiatan. Pantesan dari tadi koq kaya kenal suaranya, tapi siapa ya... ehh ternyata mas Imam bai to, hehe.”

“Tapi mba, masa dari tadi ga kenal wajahnya, malah kenal suara sama namanya? biasanya kan orang lebih inget wajahnya, kalo nama mah malah sering-sering lupa.”

“Iya mas, wajahnya aku agak-agak lupa, tapi kalo namanya aku inget trus, IMAM BAI, sama suaranya aku masih agak-agak inget.”

“Hehehe, bisa aja ah mba nya, koq bisa ya, ga disangka-sangka, ternyata benar dunia itu sempit.”

Lalu aku pun pulang dengan wajah senyum yang tiada henti. Rasanya bahagia tak terkira meski kondisi kantong sedang menipis.
Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar